Bersama ini kami sampaikan informasi artikel terbaru, Berikut ini:
Beberapa waktu lalu aku mengikuti sebuah acara yang membahas tentang pendidikan pascasarjana di Amerika Serikat. Seperti kebanyakan pengunjung lainnya, ekspektasiku dari mengikuti acara tersebut adalah mengetahui seperti apa rasanya belajar di US, cara membuat recommendation letter, tips-tips membuat personal statement, dan lain-lain. Beberapa pembicara dengan bersemangat menceritakan pengalaman mereka dan memberikan tips tentang cara mendapatkan beasiswa di US.
Kemudian, sampailah acara pada sesi seorang pembicara yang tiba-tiba membawakan topik yang sangat berbeda dengan apa yang dibawakan oleh pembicara sebelumnya. Alih-alih meyakinkan kami bahwa belajar di US itu baik atau memberikan tips-tips untuk mendapatkan beasiswa, ia malah memberikan saran yang begitu mengena.
“Tidak ada formula khusus untuk sukses. Seseorang bisa sukses dengan berbagai cara, tidak semata-mata harus mengambil kuliah pascasarjana. Oleh karena itu, bangun kesadaran dirimu terlebih dahulu sebelum menentukan langkah yang akan kamu ambil.”
Jeng jeng jeng. Bagiku, ini merupakan saran yang menohok karena memang benar adanya. Di dalam konteks pendidikan pascasarjana, terkadang kita memulai dengan menentukan universitas yang kita mau terlebih dahulu, bukan dari menentukan apa yang kita ingin cari atau butuhkan. Risiko terbesar dari memulai di ujung yang salah adalah besarnya kemungkinan kita memilih langkah yang salah juga.
Oleh karena itu, aku sangat menyukai langkah yang direkomendasikan oleh Simon Sinek, pembicara TED Talk favoritku. Ia memperkenalkan suatu konsep sangat sederhana yang disebut dengan golden circle.
Konsep ini menyarankan bahwa kita harusnya memulai pengambilan keputusan dari why. Dalam konteks memilih pendidikan pascasarjana, kita disarankan untuk memulai dengan “Mengapa kita membutuhkan pendidikan pasca sarjana dengan jurusan X di kampus Y?” bukan dengan “Apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan beasiswa pendidikan pascasarjana dengan jurusan X di kampus Y?”
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara kita menjawab the big question “Mengapa kita membutuhkan pendidikan pasca sarjana dengan jurusan X di kampus Y?”. Aku menyusun beberapa pertanyaan yang menurutku akan membantu kita dalam menemukan jawaban dari pertanyaan besar tersebut:
1. Apa aspirasi karirku untuk 5 tahun ke depan dan apakah aku harus menempuh pendidikan pasca sarjana untuk mencapainya?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan kritis karena dua alasan. Pertama, bisa jadi untuk mencapai aspirasi karirmu, kamu ternyata tidak perlu menempuh pendidikan pascasarjana. Jika memang itu kenyataannya, tidak perlu repot-repot memikirkan kampus dan jurusan atau mempersiapkanrecommendation letter atau belajar GMAT ☺
Kedua, pertanyaan ini juga membantu kita untuk berpikir, karir seperti apa yang kita butuhkan dan apakah karir tersebut realistis. Alasan kedua ini terinspirasi dari seorang teman yang sempat berkeluh-kesah kepadaku perihal karir. Ia bercerita bahwa ia memilih jurusan X di kampus Y karena ingin bekerja sebagai A.
Namun, ternyata karir sebagai A tidaklah memungkinkan baginya, dan ia baru mengetahuinya di penghujung masa kuliah pasca sarjananya. Tentunya akan lebih baik jika hal-hal seperti ini dapat dihindari.
Baca juga:
Beasiswa S2 dan S3 di University Of Sydney, Australia
2. Bila pendidikan pasca sarjana merupakan langkah yang harus aku ambil, jurusan apakah yang sebaiknya kupilih?
Pertama kali aku melihat daftar jurusan pascasarjana, aku sangat terkejut dengan betapa spesifiknya jurusan-jurusan di luar negeri. Sebagai contoh, jika kita ingin berkarir di pemerintahan, kita harus menentukan apakah jurusan Public Policy, Public Administration, ataukah Political Science yang paling cocok untuk mendukung karir kita. Jawabannya akan sangat berbeda dari satu orang dengan yang lainnya, karena kita pun perlu menentukan karir di bidang pemerintahan seperti apa yang kita inginkan.
3. Kampus mana yang memiliki jurusan yang paling cocok dengan aspirasi karirku?
Ini juga merupakan pertanyaan yang kadang sangat menjebak karena kita sering termakan oleh reputasi dari suatu kampus.
Contoh yang paling mudah adalah banyak orang berbondong-bondong ingin berkuliah di Harvard, Stanford, Wharton, dan lain-lain di Amerika Serikat. Padahal jika aspirasinya adalah menjadi pengusaha di bidang ekspor-impor, mungkin berkuliah di China, atau bahkan di Indonesia, merupakan pilihan yang lebih relevan.
Saat ini godaan untuk cepat-cepat mengambil S2 sangatlah besar, mulai dari semakin banyaknya peluang beasiswa, keinginan untuk cepat menikah, keinginan untuk meraih karir gemilang dengan cepat, dan sebagainya.
Bagiku pribadi, pendidikan pascasarjana itu ibarat memilih satu persimpangan jalan dan menekuninya sampai ujung. Memang betul kita masih bisa bekerja di bidang di luar pendidikan pascasarjana kita, namun alangkah baiknya jika bidang yang kita pilih sejalan dengan karir kita kelak. Godaan memang besar, namun ada baiknya kita tetap bijaksana dalam membuat keputusan sepenting ini.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat 🙂
Web Populer: Biaya | Info Kerja | Polling | Berita | Lowongan Kerja
Bikin Polling di PollingKita.com, Informasi Lowongan Kerja di www.InfoKerja.net, Informasi Biaya di www.Biaya.info